http://Rajawali Times tv.com JAWA BARAT- Perselisihan terkait Pemutusan Hubungan wKerja (PHK) antara FL dan PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GRP) terus berlanjut setelah GRP menolak melaksanakan Anjuran dari Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi.
Anjuran tersebut secara tegas memerintahkan agar GRP memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi Perjanjian Bersama (PB) PHK yang telah ditandatangani pada tanggal 23 Juni 2025.
Dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung pada Rabu,
5 November 2025, Kuasa Hukum FL, Prof. Dr. Hasudungan Sinaga, S.H., M.H., C.Med., beserta tim menyampaikan bahwa GRP telah mengingkari komitmen hukum dalam Perjanjian Bersama dan tidak menunjukkan kepatuhan terhadap Anjuran resmi dari instansi pemerintah.
Atas dasar tersebut, pihaknya mengajukan gugatan atas tindakan PHK tanpa pesangon yang dilakukan oleh GRP.
“Sebagai perusahaan terbuka, GRP seharusnya tunduk pada prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), bukan dengan berlaku sewenang-wenang,” tegasnya.
Sebelumnya, manajemen lama GRP dan FL telah mencapai kesepakatan terkait pelaksanaan PHK, termasuk pemberian pesangon sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, pasca pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 30 Juni 2025, manajemen baru GRP menolak melaksanakan pembayaran pesangon sebagaimana disepakati,
meskipun sempat memberikan uang kebijaksanaan kepada FL melalui persetujuan Direktur HR terpilih pasca RUPS, Ambar Kuntjoro.
Selain itu, sumber internal yang tidak bersedia disebutkan namanya mengungkapkan bahwa GRP saat ini tengah menerapkan kebijakan efisiensi yang dinilai kontroversial, antara lain melalui pemotongan gaji secara sepihak dan pengakhiran masa percobaan terhadap sejumlah posisi strategis.
Sumber tersebut juga menyampaikan bahwa GRP sedang menghadapi kasus PHK lain dengan pola serupa, yakni tidak membayarkan pesangon kepada pekerja terdampak.
“Sejak RUPS kemarin, manajemen dan pemegang saham tidak lagi berpihak kepada karyawan. Mereka (pemegang saham) mengintervensi operasional langsung, menerapkan efisiensi dengan cara-cara lama dan konservatif, seperti pemotongan gaji dan rotasi yang membuat karyawan
tidak nyaman, agar mengundurkan diri tanpa kompensasi. Sementara itu, penggunaan tenaga
kerja outsourcing masih berlangsung di dalam perusahaan. Berbeda dengan manajemen sebelumnya, yang meskipun melakukan PHK, tetap membayarkan pesangon sesuai aturan,”ungkap sumber tersebut yang tidak ingin di sebutkan nama nya.
Pada sidang perdana di PHI Bandung tersebut, pihak GRP tidak hadir, sehingga Majelis Hakim memutuskan untuk menunda dan menjadwalkan ulang persidangan perselisihan hubungan industrial tersebut.
Hdi/Ris












