DAERAH

Memberi HGU & HGB Pada Kapitalis Menghianati Negara

11
×

Memberi HGU & HGB Pada Kapitalis Menghianati Negara

Sebarkan artikel ini

http://Rajawali Times tv.com Makasar, Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah dan pejabat publik yang berwenang, untuk mengelola “Bumi air serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat bukan untuk kepentingan pemilik modal/investot (kapitalis). Oleh sebab itu dengan sengaja memberikan tanah negara kepada kaum kapitslis untuk dikelola dan dibangunin bangunan di atasnya secara konsesi selama 80-120 tahun, adalah bentuk penghianatan terhadap negara.

Hal ini berkaitan dengan pemberitaa di medsos bahwa; Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan, kebijakan penertiban tanah terlantar tidak akan menyasar tanah milik rakyat. Tanah sawah produktif, pekarangan, maupun tanah waris yang dimiliki warga, terutama yang berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) dipastikan aman.

“Yang kami tertibkan bukan tanah rakyat, bukan sawah rakyat, dan bukan tanah waris rakyat. Fokus kami hanya pada HGU (Hak Guna Usaha) dan HGB (Hak Guna Bangunan) berskala raksasa yang dibiarkan menganggur,” kata Nusron dalam keterangan tertulis, Senin (11/8/2025).

Betul bukan SHM yang menjadi sasaran penertiban, tetapi HGU dan HGB berskala besar yang luasnya mencapai jutaan hectare namun tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya, untuk kemakmuran rakyat sebagaimana amanat UUD 1945.

Amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah dasar-dasar negara yang terkandung dalam Pembukaan dan Barang Tubuh UUD 1945, serta tujuan negara yang ingin dicapai. Yaitu melindungi segenap dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi. Selain itu, UUD 1945 juga mengatur tentang bentuk negara, sistem pemerintahan, kekuasaan negara, serta hak dan kewajiban warga negara.

Dengan memberikan HGU dan HGB kepada kaum kapitalis melalui konglomerat/investor, akan berdampak pada lahirnya sistem monopoli ekonomi dalam bisnis dan perdagangan. Kondisi ini bertentangan dengan sistem ekonomi pancasila, serta menghambat pemerataan akses dan pemanfaatan lahan bagi masyarakat umum yang merupakan rakyat pribumi sebagai pemilik tanah negara.

Karena; ” *dalam sistem demokrasi negara dan rakyat bagaikan rumah dengan majikan, pemerintah hanya pelayan bagi rakyat* “. Prinsip negara demokrasi ini yang harus dipahami dan di implementasikan oleh pemerintah dan para pejabat publik yang berwenang, sehingga dalam setiap melahirkan keputusan politik (kebijakan publik) harus berorientasi pada kepentingan rakyat banyak, bukan berorientasi pada kepentingan kaum kapitalis atau kepentingan kelompok yang berkuasa (oligarki).

Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara, atau tanah hak milik yang dikuasai oleh individu atau badan hukum. HGU diberikan untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan, sedangkan HGB diberikan untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya.

1. Hak Guna Usaha (HGU):

HGU diberikan pada tanah yang dikuasai langsung oleh negara, yang berarti tanah tersebut belum menjadi hak milik individu atau badan hukum.

Tujuan pemberian HGU adalah untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan.

Pemberian HGU dilakukan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN) untuk tanah negara, atau berdasarkan persetujuan pemegang hak pengelolaan untuk tanah hak pengelolaan.

2. Hak Guna Bangunan (HGB):

HGB dapat diberikan di atas tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah hak milik.

HGB di atas tanah negara diberikan oleh Menteri ATR/BPN, sedangkan di atas tanah hak pengelolaan diberikan oleh Menteri ATR/BPN berdasarkan persetujuan pemegang hak pengelolaan. HGB di atas tanah hak milik diberikan oleh pemegang hak milik melalui akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tujuan pemberian HGB adalah untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah tersebut, bukan untuk menguasai tanahnya secara penuh.

3. Perbedaan Sumber Tanah:

Tanah untuk HGU umumnya berasal dari tanah negara yang belum dikuasai, atau tanah bekas hak pengelolaan yang telah habis masa berlakunya.

Tanah untuk HGB bisa berasal dari tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah hak milik.

4. Perbedaan Penggunaan:

HGU dikhususkan untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan, dengan jangka waktu tertentu (biasanya 25 tahun, bisa diperpanjang). HGB memberikan hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah, dengan jangka waktu tertentu (biasanya 30-50 tahun), bisa diperpanjang atau diperbarui (konsesi 80-120 tahun).

Dengan demikian, asal usul tanah untuk HGB dan HGU berbeda tergantung pada jenis hak dan status tanahnya. Ungkap Achmad Ramli Karim (Pemerhati Politik & Pendidikan) di Makassar, 12 Agustus 2025

Redaksi Piter Siagian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *