http://Rajawali Times tv.com Makassar, 15 Agustus 2025 Dalam rangka perayaan HUT Ke-80 RI Tahun 2025, bangsa Indonesia diperhadapkan pada tantangan globalisasi seperti yang dihadapi oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Yaitu Pertarungan dagang negara-negara industri, atau yang sering disebut perang dagang, adalah situasi di mana dua atau lebih negara maju saling memberlakukan hambatan perdagangan, seperti tarif impor tinggi atau kuota, untuk melindungi industri dalam negeri mereka. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi impor dari negara lain dan meningkatkan ekspor, tetapi dampaknya bisa meluas dan kompleks, termasuk gangguan pada rantai pasokan global dan ketidakpastian ekonomi.
Pertarungan dagang sering kali merupakan bentuk proteksionisme, yaitu kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan asing dengan membatasi impor.
Negara-negara yang terlibat dalam pertarungan dagang akan menggunakan berbagai alat untuk membatasi perdagangan, seperti: Tarif Impor, pajak yang dikenakan pada barang yang diimpor.
Salah satu strategi politik dagang negara maju (negara industri) yang sering digunakan oleh pemilik modal/investor, melalui pembatasan perdagangan agar tetap mampu mempertahankan kekuatan presure dan nilai tawarnya. Karena pembatasan perdagangan dapat mengganggu rantai pasokan global, yang dapat menyebabkan kelangkaan barang atau gangguan produksi. Disamping itu juga dapat menyebabkan terjadinya ketegangan geopolitik, dimana pertarungan dagang dapat meningkatkan ketegangan antara negara-negara yang terlibat. Contoh pertarungan dagang yang paling terkenal adalah perang dagang antara Amerika Serikat dan China pada tahun 2018-2020, di mana kedua negara saling mengenakan tarif impor tinggi pada berbagai produk.
perang dagang antara Amerika Serikat dengaan China sepertinya terulang kembali, di mana kedua negara industri tersebut saling memperebutkan pangsa pasar dan SDA di Nusantara. Termasuk menancapkan hegemoni Politik dan idiologis kaum kapitalis.
Hegemoni adalah dominasi atau pengaruh yang kuat dari suatu kelompok, negara, atau entitas lain atas kelompok lain, baik dalam bidang idiologi politik, ekonomi, maupun budaya. Istilah ini sering digunakan dalam ilmu politik untuk menggambarkan kekuasaan satu negara atas negara lain, atau dalam konteks sosial untuk menggambarkan pengaruh satu kelompok dominan atas kelompok lain.
Adapun dampak Hegemoni dalam Politik, seperti; (1) Dominasi Ideologis:
Kelompok yang dominan dapat menyebarkan ideologi mereka sebagai norma yang diterima secara luas, membentuk opini publik dan membatasi ruang bagi alternatif pemikiran. (2) Pengendalian Informasi: Media massa yang dikuasai oleh kelompok tertentu dapat memanipulasi informasi dan membentuk narasi yang menguntungkan mereka, membatasi kebebasan pers dan akses informasi yang beragam. (3) Manipulasi Sistem Politik: Kelompok yang berkuasa dapat memanipulasi proses politik, seperti pemilihan umum, untuk mempertahankan kekuasaan mereka. (4) Perubahan Budaya: Hegemoni budaya dapat menyebabkan hilangnya identitas budaya kelompok yang didominasi, serta homogenisasi budaya yang menguntungkan kelompok yang berkuasa. (5) Ketergantungan pada negara maju: Negara-negara yang didominasi oleh kekuatan hegemoni dapat menjadi bergantung pada kekuatan tersebut dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, dan keamanan.
Contoh Hegemoni dalam Politik: (a) Hegemoni Amerika Serikat dalam Hubungan Internasional:
Amerika Serikat telah lama dianggap sebagai kekuatan hegemoni dalam sistem internasional, mempengaruhi kebijakan luar negeri negara-negara lain melalui berbagai cara. (b) Hegemoni RRC dalam hubungan diplomatik dengan Indonesia sejak 1950.
Kalau Barat (AS) selama ini menjajah Indonesia dari aspek budaya, politik dan idiologis, sedangkan utara (Cina Komunis) dari aspek perdagangan, politik, dan idiologis, juga akan mendiami wilayah (menjajah) pulau dan pesisir pantai nusantata melaui proyek PSN serta imigran terselubung berkedok TKA.
Hubungan kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok (Cina) secara resmi dimulai dengan pembukaan hubungan diplomatik pada tanggal 13 April 1950. Meskipun demikian, hubungan kedua negara sudah terjalin sejak lama, bahkan sejak abad ke-5, terutama dalam bidang perdagangan. Hubungan diplomatik ini kemudian menjadi dasar bagi berbagai bentuk kerja sama yang lebih luas, termasuk kemitraan strategis komprehensif yang terjalin hingga saat ini.
13 April 1950 menjadi tonggak sejarah resmi dimulainya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Tiongkok. Sejak pembukaan hubungan diplomatik kerja sama kedua negara terus berkembang, namun hubungan diplomatik ini terputus sejak 1967 akibat meletusnya G30S/PKI yang diduga RRC berada dibalik gerakan tersebut. Kemudian penjelasan kemitraan strategis digagas kembali melalui kerjasama PDI-P dengan Partai Komunis Tiongkok Cina pada 2015.
Momen yang menjadi kemitraan strategis komprehensif, adalah kerja sama ekonomi
Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia selama 10 tahun berturut-turut hingga 2022, dan kedua negara juga bekerja sama dalam investasi dan proyek infrastruktur.
*Peran Tiongkok dalam Pembangunan Indonesia*
Pada masa lalu, Tiongkok pernah menjadi model pembangunan yang diperbincangkan di Indonesia, terutama pada masa pemerintahan Soekarno. (menurut Tempo.co).
Dikutip dari-Hidayatullah.com– Delegasi Partai Komunis Tiongkok dari Kota Shenzhen mendatangi kantor DPP PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat hari Selasa (24/11/2015) guna membahas pembangunan Rumah Soekarno (Soekarno House) di Kota Shenzhen, Tiongkok. Kehadiran mereka sebagai kunjungan balasan atas lawatan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri saat peletakan batu pertama gedung Pusat Kerja Sama Indonesia-Tiongkok yang dinamai Rumah Soekarno di Qin Hai, Shenzhen pada 12 Oktober lalu.
“Rumah Soekarno ini akan menjadi pilar yang akan memperkokoh dan mempererat kerja sama bilateral. Jadi kami akan membantu sebisa kami untuk mewujudkan hal ini,” kata Fu dalam Bahasa Tiongkok sebagaimana diterjemahkan interpreter dikutip JPNN, Selasa (24/11/2015)
Sebelumnya, bulan Oktober 2015, presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri sudah melakukan peletakan batu pertama gedung yang disebut Pusat Kerja Sama Indonesia-Tiongkok yang terletak di wilayah Qin Hai Distrik Shenzhen.
Dalam hubungan Indonesia dengan RRT, isu hegemoni lebih mengarah pada kekhawatiran akan pengaruh ekonomi dan politik Tiongkok yang semakin besar di Indonesia. Beberapa pihak melihat kerjasama ekonomi yang erat, terutama dalam proyek infrastruktur seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung, sebagai potensi sumber ketergantungan dan pengaruh yang bisa dimanfaatkan RRT untuk mencapai kepentingannya. Selain itu, peningkatan investasi dan perdagangan juga menjadi sorotan, terutama terkait dengan proyek-proyek besar seperti One Belt One Road (OBOR) dan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB).
Beberapa poin yang menjadi alasan kekhawatiran publik, antara lain: (1) Ketergantungan Ekonomi: Kenaikan volume perdagangan dan investasi dari RRT ke Indonesia, terutama dalam proyek infrastruktur, menimbulkan kekhawatiran akan ketergantungan ekonomi Indonesia pada Tiongkok (kiblat ekonomi). (2) Pengaruh Politik: Beberapa pihak khawatir bahwa kerjasama ekonomi yang erat ini dapat memberikan pengaruh politik yang signifikan dari RRT terhadap Indonesia, seperti pemisahan agama dengan negara dan mengingat sejarah kelam masa lalu. Terutama dalam pengambilan keputusan politik (kebijakan publik) yang meninggalkan nili-nilai religius sebagai tujuan hidup umat manusia. (3) Proyek OBOR dan KITB: Proyek-proyek seperti OBOR dan KITB, yang melibatkan investasi besar dari Tiongkok, juga menjadi sorotan karena potensi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang perlu diperhatikan.
Kekhawatiran tersebut disebabkan, karena awalnya hubungan Indonesia dan RRT akan memiliki potensi positif. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia, seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan transfer teknologi. Namun secara faktual justeru mendatangkan TKA dari Tiongkok secara senyap/diam-diam yang melahirkan kecurigaan publik. Kecurigaan itu makin menjadi-jadi ketika kedatangan TKA dari Cina masuk secara diam-diam diwaktu tengah malam melalui berbagai penerbangan domedstik. Kedatangan TKA secara besar-besaran di curigai untuk mengisi semua lapangan kerja yang dibiayai dari utang luar negeri, seperti proyek infrastruktur struktur dan mungkin juga non infrastruktur. . Hal ini sudah pasti berdampak pada kurangnya lapangan kerja bagi Pribumi, dan banyaknya pengangguran termasuk PHK besar-besaran. Karena semua proyek infrastruktur yang dibangun oleh investor, di isi oleh TKA dari Tiongkok, apakah ini bukan program imigran terselebung berkedok TKA?. Hal ini sangat penting untuk mencegah lahirnya penjajahan modern (New Kolonialisme). Mengingat Tiongkok menghadapai masalah demografi terkait pertumbuhan penduduknya yang sudah tidak bisa teratasi, apalagi jika dikatakan dengan Proyek-Proyek Strategi Nasional (PSN) dibanyak Wilayah Provinsi, seperti PIK. 1 & PIK. 2 di Provinsi Banten.
Jangan sampai yang terjadi perang “Poxy War’ antara AS-RRT menggunakan investor bersama partai-partai politik dalam Koalisi, sebagai pemeran pengganti (pihak ketiga), untuk kepentingan ekspansi ekonomi dan dagang. Pungkas Achmad Ramli Karim (Pemerhati Politik & Pendidikan)
Redaksi Piter Siagian